MAMA IZINKAN KAMI BERSATU

admin  | 11 Ags 2022  | 333 views  |

Penulis :  Zahra Sri Rahayu (X MIPA 2)

Suatu hari, seorang anak kecil yang terlihat lebih tua dariku berlari ke arahku dengan wajah yang amat ceria.
"Kamu mau nggak main sama aku?" ucap anak itu.
"Ehm, boleh, tapi hanya sebentar, ya, nanti Mamaku marah!" jawabku sedikit ragu dan dengan nada sedikit tinggi.
"Iya!"..."Eh, namaku Dira, kalau kamu siapa?" Terusnya sambil bertanya.
"Namaku Mira" jawabku lagi.
"Kalo gitu, kita harus berteman baik, ya!" Sahurnya dengan nada tinggi sambil berlari.
Kami bermain-main hingga Mama datang menjemputku.
"Mamaku sudah datang, aku pulang dulu, ya!" ucapku padanya.
"Iya, nanti kita main lagi, ya"
"Iya, ngomong-ngomong, kapan Mamamu menjemput?"
"Mungkin nanti" jawabnya dengan wajah murung.
"Baiklah, sampai jumpa!" sahutku sambil berlari menuju Mama.
   
Saat aku tiba dirumah, aku segera masuk ke kamarku dan bergegas untuk tidur siang. Namun, saat aku sampai di pintu, aku melihat dia sedang duduk di tempat tidurku.
"Dira, kenapa kamu disini?" tanyaku heran. "Kamu mau main lagi sama aku?" terusku.
"Iya, mau, kan?" jawab sekaligus tanyanya.
"Tapi sekarang waktunya aku untuk tidur siang, kalo nggak nanti mamaku marah" ucapku. "Kalo kamu mau, kita tidur siang bareng aja, yuk, biar nanti pas kita bangun, bisa main lagi" terus ku.
"Boleh" 
Kami pun tidur siang bersama hingga akhirnya bangun dan bermain bersama lagi.

8 tahun berlalu, ia masih saja ada di sampingku dan saat itu aku mulai heran, mengapa aku bertambah tinggi namun ia tidak, juga, ia tak pernah pulang. Namun, aku sudah terlalu nyaman bersahabat dengannya, sehingga ku buang semua pikiran ku tentang hal hal tak penting mengenai dirinya.
Hari ini juga merupakan hari ulang tahunku yang ke 15 tahun, ku rayakan ulang tahun ku bersama teman teman dan keluarga ku. Dulu sering ku ceritakan pada mama dan papa tentang Dira, namun mereka hanya berpikir kalau dia itu seorang anak yang baik dan mau bersahabat dengan anaknya. Pernah juga ku ceritakan tentang keadaannya yang tak bertambah tinggi, dan aku malah tumbuh lebih tinggi darinya. Namun Mama dan Papa malah berpikir kalau Dira memang pendek. Dan hari ini, sudah ku putuskan untuk menceritakan tentang Dira dengan sungguh-sungguh dan serius!. Karena aku sudah mulai mengerti tentang dunia lain selain dunia yang kita tempati dan tentang mereka yang kadang ada mendampingi.
Saat makan malam, ku awali pembicaraan dengan sedikit pertanyaan konyol.
"Ma, Pa, aneh nggak kalo aku punya temen tapi beda dunia?" tanyaku.
"Haha, mana mungkin, jangan percaya hal hal yang begituan lah" jawab Papa sambil tertawa kecil.
"Iya, mana mungkin ada hal yang begituan" jawab Mama ikut tertawa. "Emangnya ada apa, sayang? Mau ceritain siapa lagi?" terus Mama.
"Ehm, aku punya temen, tapi dia nggak tumbuh gede kayak aku, terus aku yakin dia itu dari dunia lain, mungkin dia butuh pertolongan, Ma" jawabku sedikit ragu dan gugup.
"Jangan ngelantur deh ah, mana ada manusia punya temen tapi dari dunia lain" ucap Mama masih tidak percaya
Setelah hari itu, aku semakin sering menceritakan tentang Dira pada Mama dan Papa. Hingga pada suatu malam...
"Stop, Mama udah nggak mau lagi dengar tentang si Dira Dira itu!" teriakan Mama dengan nada yang tinggi.
Entah mengapa saat itu hatiku tiba tiba sakit, aku segera pergi ke kamarku dan tak keluar hingga hari esok datang.
Sejak malam itu, aku mulai tidak lagi berbicara dengan Mama dan Papa kalau bukan hal yang penting. Akupun mulai menutup diri dengan berdiam dikamar bersama Dira tanpa pergi keluar kalau tak ada hal mendesak. 
"Kulihat kamu semakin kurus, apa karena kamu kepikiran dengan ucapan Mamamu hari itu, ya?" tanya Dira dengan wajah terheran-heran.
Saat itu aku tidak terlalu fokus pada pertanyaan Dira, dan akupun memutuskan untuk bertanya apa yang sebenarnya terjadi dengan Dira dan keluarganya.
"Sebenarnya, apa yang terjadi denganmu dan keluargamu? Aku juga masih bingung mengapa orang yang kamu datangi itu aku bukan orang lain" tanyaku dengan rasa penasaran tinggi.
"Ehm, sebenarnya…" dia berbicara dengan nada pelan dan sedikit ragu ragu
"Kuceritakan dari awal?" tanyanya dengan wajah bingung sekaligus ragu
"Kalau kau tidak mau juga tak apa, aku tidak memaksa, kok" jawabku dengan sedikit rasa bersalah
"Kalau begitu, akan kuceritakan semuanya… Jadi, aku itu dulunya anak yang pintar dan percaya diri, saat aku masih dibangku sekolah dasar, semuanya baik-baik saja dan aku sangat bahagia dengan kehidupan ku saat itu Mama dan Papaku juga bangga dengan ku dan hasil prestasiku. Namun, saat aku mulai masuk ke jenjang selanjutnya, teman temanku mulai membully ku dan mengatakan kalau aku itu anak yang suka mencari perhatian para guru, awalnya biasa saja karena saat itu mereka hanya mengatakan beberapa kalimat biasa…" ucapnya dengan ekspresi murung.
"Lalu, mengapa kau tak melawan?" Ku potong pembicaraan untuk bertanya padanya.
"Percuma saja aku melawan, tidak akan mengubah keadaan, kalaupun aku mengadu kepada guruku, mereka tetap tidak akan berhenti. Kalau begitu ku lanjutkan, ya, setelah beberapa lama, mereka mulai membully ku secara fisik. Mereka mulai menarik dan menjambak rambutku, tak hanya itu, mereka juga sering sekali melempar alat tulis dan menyoret nyoret bajuku, hingga saat pulang sekolah dan pulang kerumah, aku sering dimarahi Mama dan Papa. Saat itu Mama dan Papa ingin pergi ke sekolah dan menceritakan semua yang anaknya alami, namun aku melarang nya dan mengatakan bahwa itu hanya main main saja. Sejak saat itu aku mulai menjadi anak yang pendiam, dari yang tadinya percaya diri menjadi anak yang pendiam dan tak mau berbicara dengan siapapun. Hingga akhirnya aku mulai bosan dengan hidupku, mulai muak dengan semua yang kualami, aku pun memutuskan untuk pindah sekolah dan memulai kehidupan baru dan dunia yang baru. Sepulang sekolah, aku pergi sebentar ke perpustakaan untuk mengembalikan beberapa buku, dan akhirnya aku pulang lebih lambat dan sekolahpun mulai sepi. Tak kusangka, saat aku hendak pulang kerumah, tiba tiba ada segerombolan geng motor yang secara tiba tiba muncul dari sisi kananku, lalu menabrak ku hingga aku kehilangan nyawa ku. Para pemotor itu tidak diam saja, mereka melihat lihat sekeliling dan berdiskusi sebentar. Kukira, mereka akan berdiskusi tentang aku, korban jiwanya. Tenyata, mereka berdiskusi tentang barang-barang yang ada di tubuhku. Saat itu aku memakai beberapa perhiasan di tangan dan lenganku. Kebetulan saat itu sekolahku tak melarang para muridnya untuk tidak mengenakan perhiasan. Setelah mereka berdiskusi, satu orang yang tak ku ketahui turun dari motor lalu mematahkan lenganku. Saat itu aku tidak bisa berpikir, aku malah menangis dan tak berbuat apa-apa. Hingga akhirnya ada lelaki tua yang lewat lalu melihat jasadku. Dia segera menelepon polisi. Setelah polisi datang, mereka segera mengambil jasadku, namun saat itu aku tidak ikut, aku malah pergi ke taman dan saat itulah aku bertemu denganmu. Saat itu tidak terpikirkan olehku bagaimana keadaan Mama dan Papa yang menunggu anaknya pulang, namun tak kunjung datang." terusnya.
"Lalu, mengapa kamu masih ada didunia ini? Bukannya orang yang sudah mati selalu pergi ke dunianya dan tak pernah kembali?" tanyaku padanya.
"Itulah alasanku masih berada didunia ini dan bertemu orang sepertimu. Sebenarnya, saat pemotor itu mengambil perhiasan ku dengan cara mematahkan lenganku, aku tidak tau dimana mereka membuang lenganku, jadi aku ingin meminta bantuan mu untuk mencarikannya untukku." jawabnya.
"Mengapa kau tidak bilang dari dulu?" Tanyaku lagi.
"Karena saat itu kamu belum mengerti apa-apa dan kuputuskan untuk kuceritakan saat kamu mulai mengerti semuanya" jawabnya lagi.
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita mulai cari besok" usulku.
"Baiklah" jawabnya lagi dengan wajah sedikit murung.
Malam pun tiba, kuputuskan lagi untuk menceritakan semua kisah yang Dira alami kepada Mama dan Papa. Aku yakin mereka akan menolak mendengarkan, namun akan kucoba.
"Ma, aku janji, ini terakhir kali kuceritakan tentang Dira" kuawali pembicaraan dengan pikiran yang acak-acakan.
"Nggak" jawab Mama dingin.
"Kumohon, Ma, kubilang Dira membutuhkan bantuan!" ucapku sedikit memaksa.
"Coba Papa dengar, tapi janji ya, terakhir!" ucap Papa dengan terpaksa.
"Terimakasih, Pa" balasku.
Kuceritakan semua cerita yang Dira alami dengan sangat detail, saat kuceritakan, pikiranku tak berarah, antara perasaan senang karena mereka mau mendengarkan ku dan gugup karena sedikit tak yakin.
"Mama tidak setuju" tiba tiba Mama bicara.
"Kenapa, Ma?" tanyaku dengan perasaan bingung.
"Kenapa kamu harus membantu dia, bahkan asal usulnya saja tidak jelas, mungkin juga dia hanya mau memanfaatkan mu. Atau jangan-jangan kamu di hipnotis selama bertahun-tahun oleh seseorang!" jawab Mama dengan nada tinggi dan senyum tipis.
Entah mengapa saat itu aku tak bisa berkata-kata. Kutatap Papa namun ia hanya tertawa kecil seperti sedang mengejekku. Aku segera pergi kekamar dan menceritakan semuanya kepada Dira. Wajahbya terlihat murung dan kecewa. Lalu aku menangis hingga akhirnya tertidur. 
Hari esok pun tiba, seperti biasa aku segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Biasanya tak pernah kuminta Dira untuk menemaniku, namun entah mengapa, saat itu aku sangat ingin bersamanya seharian penuh. 
"Kau mau ikut?" tanyaku pada Dira.
"Boleh? Aku mau!" tanya sekaligus jawabnya.
"Iya, boleh" jawabku padanya.
Saat itu aku segera turun dan diikuti Dira. Aku mengambil sarapan, lalu segera berangkat. 
Saat diperjalanan, aku menceritakan beberapa hal sebelum kami bertemu. Hingga akhirnya, bus sekolah yang tak ku ketahui dari mana tiba tiba menabrak ku. Saat itu keadaan sangat ramai. Dalam pikiranku terlintas pertanyaan yang sangat membuatku bingung "begitu banyak orang, namun, mengapa harus aku?". Orang-orang segera menghampiriku, beberapa orang juga mengejar supir bus itu. Namun supir bis itu segera kabur menjauh. Mereka segera menelepon polisi dan ketika para polisi datang, mereka segera mengambil jasadku.
Saat aku melihat jasadku, aku tersungkur dan menangis. Tiba-tiba, seseorang menepuk pundak ku. Saat aku melihat kebelakang, kulihat Dira sedang memegang pundak ku sambil tersenyum. Dan saat inilah kehidupan baruku dimulai.

 

Tulisan Terkait