My Daughter

Penulis : Zahra Sri Rahayu (X MIPA 2)
“Huft, perjalanan yang melelahkan” ucapku sambil menarik sebuah koper besar
“Ayah!” Teriak seorang anak perempuan yang umur nya sekitar 5 tahunan. Aku menoleh dan segera berjongkok untuk menyamakan tinggi nya
“Ayah, Kate rindu banget sama ayah” ucap anak itu ketika ia ada dalam pelukanku
“Ayah juga merindukanmu”
“Oh ya, dimana nenek?” Tanyaku padanya
“Selamat datang dinegara kelahiranmu, sudah lama kita tak bertemu” ucap seorang wanita paruh baya dari arah belakang ku dan aku pun segera menoleh kearahnya
“Hai, Bu. Bagaimana kabarmu?” kupeluk wanita itu dan ia membalas balik pelukan ku
“Baik, ayo kita pulang, kau pasti lelah setelah menempuh perjalanan panjang” jawab wanita itu
“Iya ayo yah, ayah pasti lelah, nenek sudah memasak banyak masakan lho, semuanya kesukaan ayah” ucap anak itu sambil menarik tanganku
“Baiklah, ayo kita pulang”
Aku pulang negaraku gumamku dalam hati.
…
“Segera mandi lalu turunlah untuk makan, setelah itu kau boleh beristirahat” ucap wanita paruh baya itu dan berlalu meninggalkan ku.
Aku segera naik ke lantai dua dimana kamarku berada, semuanya masih sama tidak ada yang berubah. Tiba tiba aku teringat pada mendiang istriku. Ia meninggal dua tahun lalu saat anak kami masih berumur 3 tahun. Ia meninggal akibat kecelakaan dan menurutku kejadian itu tidak alami, namun sudah direncanakan. Kepergian istriku sangat misterius, hingga akhirnya aku memutuskan untuk menjadi detektif, daripada harus menyewa detektif. Ya, setidaknya peranku sebagai detektif ini bukan untuk menyelidiki kematian istriku saja, tapi juga untuk melindungi anakku.
Setelah selesai mandi, aku segera turun untuk makan malam. Disana sudah ada anak dan ibuku.
“Ayah, cepat Kate sudah lapar”
“Kenapa tidak makan duluan saja?” jawabku sambil menarik kursi
“Kate kan ingin makan bersama”
“Ayo cepat makan, kau pasti lapar” ucap wanita paruh baya itu
Aku merindukan kehangatan ini. Makan bersama orang yang kita sayangi, bermain dan menghabiskan waktu bersama keluarga.
Setelah selesai makan, aku membantu ibu untuk mencuci alat makan yang tadi kami gunakan lalu bermain bersama putriku. Rasa lelahku seketika hilang ketika melihat wajahnya yang teduh, ia sangat mirip dengan mendiang istriku. Beberapa saat kemudian ia terlihat mengantuk, lalu tertidur. Aku segera menggendongnya dan menidurkannya. Setelah menidurkan putriku, aku segera pergi beristirahat.
…
Sudah satu tahun lebih aku berada disini, dan hari ini tepat putriku berumur 7 tahun. Beberapa bulan yang lalu ia masuk sekolah.
“Ayah, akhir pekan kelas Kate pergi study tour, kata ibu guru kita harus ikut agar dapat banyak ilmu karena disana kita akan belajar. Terus kata ibu guru kita harus izin dulu sama orang tua. Boleh kan, yah?” ucap anakku dengan ekspresi memohon nya.
“Akhir pekan ini ayah ada pekerjaan, kalau pergi bersama nenek tak apa, ya?”
“Tapi teman teman Kate sendiri, kata ibu guru nya juga gak usah sama orang tua”
“Tapi Ayah khawatir sayang, gimana kalo terjadi apa apa sama Kate”
“Tapi tempatnya dekat kok Yah, cuma ke kebun binatang”
“Sudahlah Will, izin kan dia. Selama ini ia ingin bermain bebas bersama teman temannya. Kita tak boleh mengganggu dia” bujuk ibu padaku
“Tapi Bu, Ibu kan tahu dengan pekerjaan ku, banyak orang yang tidak menyukai ku. Disana saja aku hampir mati dua kali, bagaimana kalau mereka menargetkan Katie?”
“Ibu yakin Katie akan baik baik saja. Dia juga pergi bersama gurunya, kan”
Saat aku menoleh ke arah putriku, ia memasang ekspresi memohon nya, tentu aku tidak tega melihatnya seperti itu.
“Ya sudah, Ayah izin kan. Tapi dengan satu syarat”
“Apa, Yah?”
“Kate harus pakai jam tangan ini, jadi nanti kalau Kate kenapa napa, klik tombol merah dan Kate akan langsung terhubung dengan Ayah”
“Tapi Yah, jam ini jelek. Aku tidak suka” ucap putriku dengan wajah cemberut
“Kalau Kate tidak mau yang tidak apa apa, Kate harus pergi sama Nenek”
“Kate pakai jam tangan nya aja”
“Good girl”
…
Hari ini adalah hari yang menyenangkan bagi putriku. Yap, karena ia akan pergi jalan jalan bersama teman temannya tanpa ditemani siapapun. Sebenarnya aku khawatir takut terjadi apa apa padanya. Tapi ia bersikeras untuk ikut tanpa ditemani siapapun. Apalagi ibu yang malah mendukungnya membuat ku tak dapat menahan nya untuk tidak pergi lagi.
“Sayang, bekalmu sudah siap?”
“Sudah Nek, uang sudah, makan sudah, minum sudah, topi agar tidak panas sudah, camilan sudah, semuanya sudah” aku tersenyum melihat tingkah putriku apalagi wajah cerianya. Meski aku sedikit tak yakin ia akan baik baik saja.
Aku sudah menaruh alat perekam didalam tas nya, jadi aku bisa mendengar semua yang di bicarakan nya nanti. Meskipun sedikit melanggar privasi.
“Will, kau akan langsung berangkat atau mengantar Katie dulu?” tanya ibu
“Aku akan mengantar Katie dulu, Bu. Sekalian titipkan Katie pada gurunya” jawabku sambil memakan sarapan
Kami sudah selesai sarapan. Aku segera naik ke mobil untuk mengantar anakku ke sekolahnya.
“Dah Nek, nanti Katie ceritakan semuanya ketika Katie sampai lagi dirumah”
“Iya sayang, Nenek menunggu ceritamu”
Kami melambaikan tangan dan pergi meninggalkan wanita paruh baya itu.
Setelah selesai mengantar putriku, aku segera berangkat ke tempat kerjaku. Hari ini aku mendapat tugas untuk menyelidiki kasus kematian Marry, seorang wanita yang berumur sekitar pertengahan kepala tiga yang meninggal seminggu yang lalu. Sebenarnya aku sudah mengambil cuti untuk mengantar putriku, namun karena aku teringat mendiang istriku, aku jadi mengambil tugasnya.
Polisi sudah menyelidiki kasus ini, namun tak mendapatkan hasil dan mereka kira wanita itu mati bunuh diri karena terdapat satu tusukan di leher nya. Namun keluarga nya bersikeras bahwa ini bukan kasus kematian biasa, mereka merasa janggal. Makanya mereka menyewa detektif dan akulah yang terpilih karena aku sudah dikenal sebagai detektif terbaik apalagi aku pernah menangani kasus hingga harus pergi keluar negeri.
Aku pergi ke TKP dan menemui polisi yang menangani kasus kematian Marry untuk mencari barang bukti. Mayat korban sudah di autopsi namun tak mendapatkan hasil, kemungkinan besar pembunuh sangat lihai dan profesional. Karena ia bisa menghilangkan semua bukti yang ada. Namun jika memang iya bunuh diri, tak mungkin tak ada sidik jari korban pada pisaunya. Pelaku pasti memakai sarung tangan atau apapun untuk menutupi sidik jarinya agar tidak terdapat dalam pisau.
Sudah 2 jam sejak aku memulai penyelidikan dan belum ada panggilan dari anakku. Ya, aku yakin dia baik baik saja. Karena sejauh ini tidak ada tanda tanda ia dalam bahaya. Di jam tangan yang dia pakai terdapat GPS yang tersambung ke ponselku dan jika posisinya melebihi jangkauan jarak yang telah ku tentukan ponselku akan berbunyi otomatis. Jadi kapanpun aku bisa tahu dimana keberadaannya. Aku juga sudah memberikan no ponselku pada gurunya agar ketika terjadi apa apa dia bisa langsung menghubungi ku.
Kenapa tiba perasaan ku tidak enak gumamku dalam hati.
Ku lanjutkan kegiatan penyelidikan ku agar cepat selesai dan bisa segera bertemu putriku. Sejak tadi perasaanku tidak enak, aku khawatir sesuatu telah terjadi padanya.
Nit…nit…nit
Ponselku tiba tiba berbunyi, aku segera mengeceknya namun masuk sebuah panggilan “Bu Guru Katie” nama yang paling tidak ku harapkan saat ini. Segera aku mengangkat teleponnya.
“Tuan Robertson, sesuatu terjadi pada putri anda Katie Robertson. Ia menghilang saat kami pergi melihat singa, setelah itu kami tidak melihatnya lagi. Maafkan kelalaian saya, saya akan meminta bantuan dan segera mencarinya ke seluruh sudut kebun binatang, saya akan”
“Baik, tolong bantu cari, saya akan segera kesana dan hubungi saya bila ada perkembangan”
“Pasti, sekali lagi mohon maaf”
Aku segera mematikan ponselku dan kulihat GPS terakhir putriku. Dia berada 13 km dari kebun binatang. Aku segera masuk ke mobil dan melakukan mobilku ketempat putriku berada. Tiba tiba panggilan masuk dari ibu. Saat ini aku sedang tak ingin mengangkatnya, namun aku tak ingin ia khawatir.
“Will, dimana kau sekarang? Bagaimana Katie? Apakah ia sudah pulang? Perasaan ibu tiba tiba tak enak, sedang apa kau sekarang?”
Bagaimana aku harus menjawabnya, aku tak ingin ia khawatir ucapku dalam hati
“Kami baik baik saja, sekarang aku akan menjemput Katie pulang, mungkin kami akan sedikit terlambat, tak usah menunggu kami” jawabku berbohong
“Baiklah jika kalian baik baik saja, jangan pulang larut”
“Iya, Bu. Kalau begitu aku tutup teleponnya, aku sedang menyetir”
Segera ku tutup teleponku agar pembicaraan kami segera berakhir.
Aku juga tak yakin dia akan baik baik saja, Bu ucapku dengan nada tak beraturan.
Aku melajukan mobilku ke tempat dimana putriku berada. Sebenarnya aku tak yakin dia benar benar ada disana. Aku berhenti di sebuah gudang tua. Aku bersembunyi agar tak orang orang yang berjaga disana tidak melihatku.
“Kau sudah menyiapkan tiket penerbangan ku?” ucap seorang lelaki disana
Tubuh nya tinggi, berjas, rambut berwarna hitam pekat, wajahnya…
Tunggu, bukankah dia Robert? Apa yang dia lakukan? Jangan jangan dia lah dalang dari semua ini dan dia yang menculik putriku? gumamku dengan nada sekecil mungkin.
“Oke, kita akan pergi jam 4 sore ini. Tunggu aku disana dan jangan biarkan siapapun tahu tentang ini. Dan jangan biarkan dia mengetahui keberadaan kita dan putrinya”
Apa yang mereka bicarakan? Dimana putriku? Kemana mereka akan membawanya? Beberapa pertanyaan tiba tiba muncul di pikiranku.
Sepertinya dia tidak menyukai ku. Ya, aku menyadarinya. Dia tak pandai berbohong apalagi bersandiwara, itulah mengapa aku tahu bahwa ia tak menyukai ku meski kami adalah partner kerja.
Jika aku keluar sekarang, dia akan mengetahui keberadaan ku dan aku pasti tak akan selamat. Aku harus segera membawa Katie diam diam aku membuat sebuah rencana kecil meski aku sendiri tak tahu akan berhasil atau tidak.
Kulihat ponselku dan waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Satu jam lagi mereka akan berangkat. Aku tidak tahu mereka akan kemana dan membawa putriku kemana. Aku memutuskan untuk menyelinap masuk kedalam gudang dan membawa anakku pergi, namun aku tidak tahu tepatnya dimana ia berada.
Aku menyelinap masuk melalui gerbang kecil di belakang gudang, disana tidak ada satupun penjaga. Tidak seperti didepan sana. Aku berhasil masuk kedalam gudang dan mencari cari di ruangan mana putriku berada.
“Ayah…” aku mendengar suara putriku
Aku mengendap-endap menuju titik suara. Kulihat Robert memegang jam tangan yang digunakan putriku.
“Diam!” teriak Robert pada Katie
“Aku tak yakin dia belum mengetahui keberadaan anaknya, sebaiknya kita percepat waktu dan berangkat sebelum pukul 4. Kita pergi sekarang!” Robert membawa anakku pergi namun sebelum aku menghentikannya tiba tiba sebuah benda menghantam tengkuk leher ku dan aku pun tak sadarkan diri
…
Ugh, dimana aku? Bagaimana Katie?
Aku melihat seorang pria berdiri di hadapanku.
Tunggu, kenapa aku tak bisa bergerak aku berusaha untuk menggerakkan tubuhku, namun aku tak dapat bergerak.
“Tenang saja, kau akan bisa bergerak kembali setelah efek obatnya hilang. Tak usah khawatirkan putrimu. Dia baik baik saja bersamaku” Robert masuk dan menyeringai.
“Apa yang kau lakukan, hah? Dimana putriku? Apa yang kau lakukan padanya?”
“Ternyata benar putrimu, ya. Setelah bertahun-tahun kau menyembunyikan identitas keluargamu akhirnya terungkap” dia menarik sudut bibirnya, tersenyum sinis melihat ku
“Apa yang kau ingin kan? Mengapa kau melakukan ini?”
“Aku hanya ingin wanitaku kembali! Anna, dia mati karena mu. Kalau saja dia tak menikah denganmu ia tak mungkin mati semuda itu” teriak Robert
Ya, dulu aku dan Robert adalah saingan cinta. Kami memperebutkan satu wanita yang sama.
“Tapi Anna memilihku dan dia sudah menolakmu berkali-kali. Siapa yang mengingkan dia mati? Aku juga tak ingin”
“Ya, karena kau dia mati. Kau pembawa sial. Jika dia tak memilih mu dia pasti masih hidup sampai saat ini. Sekarang seharusnya dia hidup bahagia dan pastinya bukan bersamamu. Kau menghilang selama dua tahun setelah kematiannya, dan sekarang kau kembali”
“Kau begini hanya karenanya? Jangan kekanak-kanakan dan cepat kembalikan anakku!”
“Heh! Tak akan sebelum kau sama sama merasakan penderitaanku”
“Kau gila!”
Robert seakan tak peduli, ia berlalu meninggalkan ku.
…
Beberapa jam berlalu, aku mulai bisa menggerakkan tubuhku sedikit demi sedikit. Robert tak lagi datang menemui ku.
Ah, aku terlalu fokus pada Katie dan keadaan tubuhku. Aku melupakan Ibu. Bagaimana kalau dia khawatir? Dan, dimana ponselku? Apa pria itu mengambilnya? Ah, aku melupakan semuanya aku bergumam sambil sedikit memijat pelipis ku.
Dan tiba tiba aku tersadar bahwa tangan ku sudah bisa digerakkan dengan bebas. Aku segera menggerakkan kaki ku, namun kaki ku masih lemas.
Sudah sekitar 10 menit aku berusaha menggerakkan kaki ku dan akhirnya bisa ku gerakkan kembali meskipun masih terasa sedikit lemas. Aku mulai bangkit dari posisi tidurku dan berusaha untuk berdiri. Aku tidak tahu sekarang jam berapa, yang jelas langit diluar berwarna hitam pekat. Sejak tadi, udara berhembus menusuk pori poriku. Setelah ku pastikan bisa berdiri dalam waktu yang lama dan mulai melangkah, aku segera menuju pintu keluar. Aku tak tahu dimana aku berada, ruangan tua yang penuh dengan debu dan sarang laba-laba di setiap sudutnya, pintu tua yang sudah reyot dan berlubang karena rayap, dan lantai tanah yang penuh dengan kerikil. Ya, aku tertidur beralaskan kardus kardus. Setidaknya dia tak sejahat itu membiarkan ku tertidur tanpa alas.
Ku pastikan tak ada seorang pun yang menunggu diluar pintu. Lagipula siapa yang mau berdiam diri didepan gubuk tua seperti ini apalagi dengan pemandangan yang gelap seperti hutan. Bahkan aku tak dapat melihat dengan jelas apa yang ada di depanku saat ini. Ya, aku sudah keluar dan suasana begitu sepi, hanya suara binatang malam yang terdengar, membuat ku semakin merinding.
Aku harus segera pergi, disana putriku sedang menungguku. Aku yakin saat ini Ibu sedang khawatir dan menunggu kami batinku untuk menghilangkan rasa takutku
Setelah mendapat keberanian, aku segera pergi meninggalkan gubuk tua tadi. Di perjalanan aku menemukan sebuah kapak yang tergeletak diatas pohon yang sudah ditebang. Sepertinya seorang penebang pohon meninggalkannya disini. Akupun mengambilnya dan segera melanjutkan perjalanan ku.
…
Setelah berjalan kaki sekitar 300 meter, aku telah sampai di sebuah pinggiran kota dan aku tak tahu dimana. Aku mencoba mengingat-ingat kejadian sebelum ini. Tepatnya alasan mengapa aku bisa terbangun di gubuk tadi dan berada ditengah hutan.
Sesuatu mengenai tengkukku dan aku pingsan, lalu aku terbangun disebuah gubuk di tengah hutan. Tapi saat aku pingsan aku masih berada digudang tua di kotaku pikiranku kalang kabut sambil berusaha mengenali tempat ku berada. Mungkin karena saat ini tengah malam jadi aku sulit mengenali tempat ini.
Aku kelelahan, kehausan, kelaparan, kedinginan, dan mengantuk. Tiba tiba pandangan ku buram, dan akhirnya aku tak sadarkan diri.
…
“Ibu, dia sudah sadar, cepat kemari!” terdengar suara seorang anak lelaki
Aku terbangun disebuah ruangan yang mirip kamar. Atau mungkin aku memang sedang ada dikamar.
“Benarkah?” seorang wanita datang dari balik pintu dan ia segera menghampiriku
“Berhenti! Siapa kau? Dimana aku? Dan, dimana ini?” aku tahu mereka bukan orang jahat dan mereka berusaha untuk menolongku. Namun aku masih ragu untuk percaya sepenuhnya pada mereka
Ku tatap Ibu dan anak itu bergantian. Wanita itu berumur sekitar 25 tahunan, terlihat muda. Dan anak lelaki itu sepertinya seumuran anakku. Ah, aku teringat lagi padanya. Tiba tiba hatiku kembali kacau. Aku berusaha untuk beranjak dari tempat tidur itu, namun wanita tadi menghentikan ku. Dia memegang pundakku dan menekannya seakan aku tidak boleh beranjak dari sana. Dan benar saja, saat aku berusaha untuk berdiri, aku terhuyung dan kembali terduduk diatas tempat tidur tadi.
“Tenanglah, kami bukan orang jahat” ucap wanita itu
“Dimana aku?”
“Anda ada di rumah saya. Kami menemukan anda pingsan di halaman belakang rumah kami. Jadi kami langsung membawa anda masuk”
“Baiklah, terimakasih” aku segera beranjak dari tempat tidur dan lagi lagi aku terhuyung lalu kembali terduduk
“Makanlah dulu, saya sudah membuat kan bubur untuk anda. Anda pasti pusing karena belum makan, kan?” dia menyodorkan semangkuk bubur kepadaku
“Tapi aku harus pergi sekarang”
“Pergilah setelah memakan bubur ini. Apapun alasan yang membuat anda ingin segera pergi, setidaknya anda harus memiliki tenaga”
Aku menatap wanita itu. Dia mengangkat alisnya lalu menunjuk bubur itu dengan matanya. Aku pun mengambil bubur itu lalu memakannya, setelah bubur itu habis, dia menyodorkan segelas air.
“Terimakasih” ucapku sambil mengambil air itu
“Bisakah kau beritahu aku dimana ini?” tanyaku setelah air dalam gelas habis
“Sudah saya bilang ini rumah saya”
“Tidak, maksudku nama kota atau daerahnya. Dan jangan menggunakan bahasa formal”
“Baiklah, daerah ini ada distrik xx kota xx”
Apa, kenapa aku bisa berada disini? Atau mungkin Robert sengaja membawa ku kesini agar jauh dari Ibu gumamku dalam hati
“Hai, kau baik baik saja?” wanita tadi melambaikan tangannya didepan wajahku seketika menghentikan lamunanku
“Ah, ya, aku baik baik saja. Terimakasih, sepertinya aku harus pergi sekarang ada urusan yang harus aku selesaikan dan itu penting”
“Sama sama”
Saat aku hendak keluar dari rumahnya, aku teringat bahwa dia belum memberi tahu namanya.
“Aku akan datang lagi nanti, agar dapat berterimakasih dengan benar padamu” ucapku padanya
“Silahkan, kami menunggu” wanita itu tersenyum
…
Setelah berjalan cukup jauh, aku mencoba mengingat-ingat tentang kota ini. Aku beristirahat di sebuah taman dan kebetulan disana terdapat peta daerah dan kotanya.
Bagaimana ini, peta nya menempel. Tak mungkin aku harus merobeknya, apa aku harus datang ke pos satpam dan memintanya.
Saat aku sedang berjalan menuju pos satpam, aku bertemu seorang polisi.
Ah, ya. Mengapa aku tak bertanya saja padanya dan melaporkan kejadian anakku.
“Permisi, Pak. Saya ingin melaporkan kejadian penculikan. Putriku diculik. Tolong lakukan pen”
“Pelan-pelan. Ada apa? Sebaiknya kita bicarakan di kantor polisi agar lebih rinci. Ayo, ikut aku”
Ugh, kalau aku ikut dan harus membicarakannya di kantor polisi akan membuang-buang waktu. Bagaimana anakku. Aku juga tak punya bukti dan alasan yang kuat tentang penculikan anakku karena ponselku sudah tidak ada.
“Bagaimana? Ayo!” polisi itu membuyarkan lamunanku
Ugh, bagaimana ini?! tanyaku dalam hati.
“Ah, sepertinya dia masih didekat sini. Tidak apa, saya akan mencarinya sendiri. Permisi” ucapku lalu segera pergi meninggalkan polisi itu
Setelah mendapatkan peta kota dan semua peralatan yang aku butuhkan. Aku membeli semua barang yang menurutku sangat diperlukan saja. Aku heran kenapa Robert tak mengambil uang dan ATM ku. Yah, setidaknya ia masih berbaik hati. Aku tak membeli ponsel baru karena memang tak terlalu ku butuhkan. Lagipula aku tak mengingat akun, password, dan no ponsel ibu dan temanku. Aku membeli beberapa makanan berat dan air mineral agar tidak kelaparan. Aku menarik semua uang dalam ATM ku, dan sekarang uang ku hanya tersisa sekitar 2 juta saja. Cukup untuk membeli tiket pesawat dan untuk membiayai hidupku selama di sana selagi putriku belum ditemukan. Aku juga sudah mengirim surat pada ibu tentang keadaan ku meski dengan sedikit kebohongan. Hanya agar ia tak khawatir saja.
…
Sekarang aku sudah ada di dalam pesawat. Semoga saja Robert membawa Katie kesana. Kembali ke negara tempat ku bekerja dulu. Negara ini juga tempat lahir Anna, istriku. Dan tempat pertama kali kami bertemu.
Setelah menempuh perjalanan selama beberapa jam, akhirnya aku sampai
Aku kembali gumamku dalam hati
Aku segera kembali ke rumah ku dulu. Aku memutuskan untuk tidak menjualnya karena suatu saat aku akan kembali kesini, dan benar saja. Rumah yang tidak terlalu besar ini menyimpan banyak kenangan saat aku dan Anna muda dulu. Aku belum pernah mengajak Katie dan Ibu kesini, alasannya karena ibu tidak mudah terbiasa dengan cuaca dan suasana disini.
…
Setelah istirahat selama 2 jam, aku segera pergi ke tempat tinggal Robert. Dulu kami adalah teman meskipun kami adalah saingan dalam cinta. Entah sejak kapan Robert menjadi pendendam seperti itu, sikapnya yang cenderung terbuka membuatku menyangka ia bisa sampai senekat itu.
Aku menaiki bus menuju kota tempat Robert tinggal. Sebenarnya aku tak yakin mereka membawanya kesana, namun apa salahnya mencoba.
Akhirnya aku sampai dirumah Robert, rumah yang cukup besar. Aku mengintip dari pagar depan melihat apakah Robert ada dirumah atau tidak, dan kurasa tidak. Seorang penjaga rumah melihat ku dan ia segera menghampiri ku.
“Maaf, anda mencari siapa?” tanyanya
“Saya William Robertson, teman Robert” jawabku
“Oh iya, saya ingat. Dulu tuan Robert sering membicarakan anda” ucap satpam itu lalu tersenyum
Mungkin Robert tak menyangka aku akan kesini, makanya dia tak memberitahu satpamnya untuk tidak mengizinkan aku masuk gumamku dalam hati
“Saat ini tuan Robert sedang pergi, mungkin akan kembali malam. Silahkan masuk jika anda ingin menunggu”
“Baiklah, tolong jangan beritahu Robert kalau aku datang. Aku sedang membuat kejutan untuknya” ucapku namun satpam itu tidak curiga sama sekali
“Baik, silahkan” jawab satpam itu
“Oh iya, dia keluar bersama siapa?”
“Tuan Robert pergi sendiri” jawab satpam itu
Yap, ini adalah kesempatan untukku. Sebenarnya aku ingin menanyakan apakah Katie ada disini namun aku takut satpam itu mencurigaiku. Aku segera masuk dan mencari dimana ruangan Katie berada. Semoga saja Katie ada disini. Aku tak menemukan seorangpun pelayan dirumah ini, mungkin karena memang jarang ditinggali juga.
Gebruk…
“Ayah! Hiks hiks” terdengar suara teriakan dan tangisan di ujung lorong
“Katie, itu kau?” aku segera berlari menuju arah suara
“Ayah, tolong Katie, seseorang membawa Katie kesini”
“Menjauhlah, Ayah akan segera menolong mu. Menjauh dari pintu!”
Satu, dua, tiga. Aku segera mengambil jarak dan mendobrak pintu itu.
BRAK…BRAK…
Pintu itu tak kunjung terbuka meski aku sudah menggunakan seluruh tenagaku.
BRAK…
Akhirnya pintu itu terbuka dan aku dapat melihat putriku sedang bersembunyi dibalik meja dan matanya tertutup kain yang cukup kencang. Aku segera berlari menghampiri putriku dan melepaskan ikatan dimata nya. Kami berpelukan cukup lama hingga akhirnya aku tersadar dan memutuskan untuk segera kembali sebelum Robert pulang. Saat kami sedang berjalan seseorang berlari menghampiri ku dan ya, itu Robert. Untungnya dirumah ini tidak ada penjaga lain selain satpam itu jadi aku dapat dengan mudah berlari tanpa ada yang mengejar ku selain dia dan satpam itu.
“Argh!” sesuatu menusuk lenganku dan seketika menjatuhkan Katie yang sedang ku gendong
“Ayah, Ayah tidak apa apa?” tanya putriku dengan wajah cemas nya.
“Tidak, Ayah baik baik saja. Ayo kita bermain, berlari dengan cepat dan jangan sampai kedua paman itu menangkap Katie. Kalau mereka menangkap Katie, Katie yang akan menjadi kucingnya”
“Asik, kita akan bermain?”
“Iya. Jadi cepatlah berlari”
“Ayah bagaimana?”
“Ayah akan menyusulmu”
“Jadi kedua paman itu kucing nya?”
“Iya, cepat!”
Setelah melihat putriku berlari menjauhi ku, aku segera melepas pisau yang ada pada tanganku dan membalut lukanya dengan sobekan kain gorden yang baru saja ku sobek. Kulihat Robert sudah semakin dekat. Aku segera bangkit dan berlari mendekati putriku lalu menggendongnya lagi. Setelah kulihat pagar kecil yang terbuka, aku segera berlari menuju kesana dan ternyata itu adalah hutan. Seakan tak peduli dengan keadaan, aku tetap berlari semakin jauh dan ketika sudah tak lagi melihat bayangan mereka, aku berhenti untuk beristirahat.
“Ayah, kita menang?” tanya putriku dengan wajah polosnya
“Belum, kita tetap harus berlari dan bersembunyi agar mereka tidak menemukan kita”
“Jadi sekarang kita main petak umpet?”
“Iya, kalau Katie bertemu mereka, segera berlari menjauh. Mengerti?”
“Mengerti”
Aku tidak tahu saat ini kami ada dimana, yang jelas ditengah hutan. Sekarang langit sudah mulai gelap. Jika kami pergi sekarang, aku takut Katie kenapa napa. Jadi kami memutuskan untuk bermalam dihutan dan bangun dini hari untuk lanjut berjalan.
…
Matahari sudah menunjukkan sinarnya, aku segera membangunkan Katie dan membereskan sisa sisa pembakaran yang semalam kami buat. Kami mulai berjalan menyusuri hutan dan semoga saja kami tidak tersesat semakin dalam. Beberapa kali kami beristirahat hingga matahari mulai tenggelam kembali. Seharian kami makan buah buahan liar dan minum dari sumber air terdekat. Malam ini kami memutuskan untuk kembali bermalam dihutan. Karena kulihat Katie juga sangat kelelahan.
Aku tak yakin kami akan aman malam ini. Karena tidak mungkin Robert diam saja dan membiarkan kami pergi, ia pasti mencari keberadaan kami. Malam ini sangat dingin seperti biasanya. Namun kami memutuskan untuk tidak membuat perapian.
Pagi datang, ayam berkokok terdengar dari kejauhan dan sangat pelan. Aku yakin kami sudah hampir keluar dari hutan, sedikit penyesalan datang karena kemarin kita malam berhenti dan tidak melanjutkan perjalanan.
Srak…srak…srak…
“Menjauh dari rerumputan” aku segera menarik Katie yang sedang berdiri di sekitar rerumputan
“Kenapa, Yah?”
“Takutnya ada ular, bagaimana kalau Katie digigit?”
“Uhh, Katie takut”
“Tak apa, sepertinya sekarang sudah tak ada. Ayo cepat, kita pergi”
Kami pergi setelah membereskan dedaunan yang semalam kami pakai sebagai alas tidur. Tak lama berjalan, kami menemukan sebuah rumah kecil dan terdapat kebun di sekitarnya. Kami memutuskan untuk meminta bantuan kesana. Namun, sebelum kami benar benar keluar dari hutan…
Dor!
Satu peluru menancap di kaki kananku dan saat aku menoleh, Robert tersenyum sambil berjalan ke arahku.
“Katie, minta bantuan pada orang dirumah itu! Cepat pergi!”
“Ayah bagiamana?”
“Ayah akan menyusulmu dan permainan kembali dimulai. Jangan sampai tertangkap paman itu! Cepat pergi!”
“Baik, Ayah harus menyusul Katie. Janji”
“Janji”
Aku berusaha berlari menjauhi Robert sambil menyeret kaki kananku.
“Jangan bergerak atka anakmu akan kutembak” suara Robert menghentikan langkahku
Saat aku menoleh kearahnya, Robert sedang mengarahkan pistol nya ke arah putriku. Aku berhenti dan Robert berlari melewati ku. Yap, dia sedang mengejar Katie. Aku berlari dengan sekuat tenagaku dan berusaha menghentikan Robert. Hingga akhirnya aku berhasil meraih ujung bajunya dan membuatnya terhuyung ke belakang.
“Berani beraninya kau menarik baju ku, kau mau mati?!” teriak Robert padaku
“Lepaskan anakku!”
“Tak akan, aku tidak menginginkan mu, tapi menginginkannya”
“Kau boleh menangkapku, menyiksaku semaumu dengan syarat lepaskan anakku”
“Percuma saja aku menangkap dan menyiksamu. Aku tak akan pernah puas. Karena aku puas ketika kau menderita”
“Kau gila!”
“Lepaskan!”
Robert menepis tanganku yang sedang menggenggam bajunya hingga akhirnya terlepas dan ia kembali mengejar anakku. Saat kulihat Katie, dia sudah mulai mengetuk pintu rumah itu. Disaat bersamaan ketika pemilik rumah itu membuka pintu, Robert berdiri tepat di belakang Katie. Aku berlari berusaha menghampiri rumah itu dengan susah payah. Karena terlalu jauh, aku tak dapat mendengar apa yang Katie dan tuan rumah itu katakan. Robert diam ditempat dan tak menghampiri Katie sama sekali hingga akhirnya ia berjalan mendekatinya.
“Tolong, jauhkan anakku dari pria itu!” teriakku membuat si pemilik rumah itu menoleh
“Ayah!”
Pemilik rumah itu kelihatan bingung dan malah terdiam di posisinya.
Dor!
Robert menembak wanita tua pemilik rumah itu. Kurasa dia sendiri, karena tidak ada siapapun selain wanita itu.
“Katie, bersembunyi di belakang Ayah!”
“Iya, Ayah”
Sepertinya Katie ketakutan mendengar suara tembakan tadi dan ia kini tak mau melihat Robert.
“Kalian ingin mati bersama?” seringai muncul diwajah Robert
Sepertinya Robert tidak menyadari bahwa satu pistol nya kini sudah tiada. Aku mendapatkannya ketika menarik ujung baju Robert tadi dan di salah satu saku celananya terdapat satu pistol lain selain yang dia pegang.
“Silahkan jika kau bisa” aku segera mengangkat pistol yang aku dapatkan tadi
Seketika mata Robert membulat, memelotot kearah kami.
“Kalau begitu kini kita tinggal adu kecepatan, siapa yang paling cepat menembak dan tepat sararan, ia akan menang” ucap Robert sedikit mengancam
Sepertinya target nya saat ini adalah aku, dan mungkin saja jika aku kalah cepat, ia akan membunuhku lebih dulu, lalu putriku.
“Jangan bermain-main dengan nyawa!” teriakku padanya
“Heh, kau takut mati, ya? Baiklah, kalau begitu akan kubunuh dulu putrimu”
Katie mempererat genggaman nya di pinggang ku, sepertinya ia semakin ketakutan
Dor!
Kami menembak secara bersamaan peluruku mengenai jantung Robert dan seketika ia mati. Sedangkan peluru Robert mengenai tangan kiri ku yang sedang memegang pistol. Sepertinya ia tidak pandai membidik. Putriku yang menyaksikan kejadiannya seketika pingsan. Seorang anak kecil melihat Ayahnya membunuh tentu saja membuatnya shock.
Tidak seharusnya aku membunuhnya langsung. Kenapa aku langsung membidik jantung nya? Kini putriku ketakutan gumamku dalam hati
Setelah tersadar dari lamunanku, aku segera masuk kerumah wanita tua itu dan melangkahi mayatnya yang bahkan masih berlumuran darah segar. Aku segera mengambil telepon dan menghubungi polisi. Tak masalah aku akan dipenjara atau bagaimana. Aku akan menitipkan Katie kepada ibu lagi.
Beberapa menit menunggu, akhirnya polisi dan ambulance datang. Petugas medis segera membawa mayat wanita tua itu dan Robert. Aku menggendong Katie yang masih pingsan dan polisi menuntun kami untuk masuk kedalam mobilnya.
Setelah beberapa menit aku diintrogasi, 3 hari lagi aku akan menjalani sidang. Aku juga sudah menghubungi ibu dan memintanya untuk segera kesini dan tentu saja ia juga kebingungan dan akan meminta banyak penjelasan padaku. Saat Katie terbangun, ia sama sekali tidak ingin menemuiku. Bahkan menatap wajahku saja ia tak mau. Ini adalah kali pertama Katie menyaksikan kejadian pembunuhan, dan pembunuhnya adalah ayahnya sendiri. Ibu menyewa seorang psikiater dan berusaha untuk menyembuhkan trauma Katie agar mau berinteraksi lagi denganku.
…
Setelah beberapa kali sidang dilakukan, hakim memutuskan untuk memenjarakan ku selama beberapa bulan dan denda yang tak terlalu besar. Ia tak menjatuhi hukuman berat padaku karena aku melakukannya untuk menyelamatkan diri.
Beberapa bulan berlalu. Kini aku sudah keluar dari dalam penjara dan keadaan psikis anakku juga mulai pulih. Kami memutuskan untuk kembali ke negara asal kami, karena masalah disini juga sudah selesai. Aku meninggalkan pekerjaan ku begitu saja, bahkan tak memberitahu rekan kerjaku sama sekali. Ibu juga menyewa psikiater baru dan tentu saja berasal dari negara yang sama kami. Banyak sekali penjelasan yang harus ku jelaskan pada ibu dan rekan kerjaku nanti. Mungkin juga bos ku disana sudah memberhentikan ku apalagi aku pergi tanpa kabar apapun. Aku sudah bertemu dengan orang tua Robert, dan ketika mendengar penjelasan ku untung saja mereka mengerti dan memaafkan ku bahkan mereka juga meminta maaf atas nama Robert padaku.
…
Beberapa bulan berlalu dan kini keadaan psikis Katie sudah benar benar sembuh. Ia dapat berinteraksi lagi denganku dan bahkan tak membesar-besarkan ketika ia mengingat kejadian itu. Aku juga masih bekerja sebagai detektif di tempat yang sama karena ternyata rekan kerjaku sudah tahu semua masalah yang menimpaku. Kini kami hidup bahagia tanpa ada yang menganggu kehidupan kami lagi.