SUMIATI (kisah spiritual)

Penulis: Ika Kartika
Jika deretan nama daftar absen kelas dikumpulkan, dan tuan mencoba menelaah satu persatu deret nama itu, tuan tak akan menemukan nama itu dalam daftar absen. Begitu juga bila tuan mencoba merekap daftar nama dari tahun ke tahun, tuanpun luput tak akan bertemu dengan itu nama.
Anehnya sesekali dari tahun ke tahun sosok itu seolah ada, menjadi bagian yang memberi warna di SMA 1 CINTA. Kemunculannya menggunakan putih abu, terkadang dia menjadi nama dari Rina, Dewi, Pupun, atau siapapun juga itu yang dikehendakinya.
Kehadirannya selalu tak terduga, tak jarang menggoncangkan kondusifitas belajar di SMA 1 CINTA. Dia selalu histeris berteriak, terkadang menangis. Bahkan pernah menceritakan sesuatu yang terjadi diantara para penghuni sekolah, seolah dia tahu segalanya.Tak ada yang tersembunyikan, suaranya terdengar menyelusup ruang-ruang kelas, karena kerasnya. Atau bahkan mungkin lirih saking pelannya. Kalaupun tak ada suara, histeris teman-teman sekelasnya memancing semua yang mendengar berdatangan.
Tak urung semua yang mendengarnya akan berhamburan sekedar menepi kearah suara histeris berasal. Tak peduli rumus matematika ataupun diksi indah pembelajaran bahasa Indonesia. Gurupun seperti tak berdaya mengekang siswa-siswinya, bahkan gurupun turut larut menyusul berhamburan diantara siswa-siswi menuju asal suara.
Dia ada dalam goncangan raga yang tak terkontrol, terkadang dibutuhkan beberapa siswa kuat untuk memegang mengontrol tenaga liar yang dibawanya. Agar tak membuat celaka dirinya atau orang lain. Mata Rina, Dewi atau Pupun yang terlihatnya indah, lentik sebagai ABG yang sedang senang bersolek, akan berubah menjadi tatapan merah terbakar marah. Menatap setiap orang yang berani mengusiknya. Terkadang jika raganya tak terkontrol dengan pegangan kuat, dia akan menerjang mengejar siapapun sekemauannya.
Ada hal yang tak mungkin, ini adalah seorang Rina, Dewi atau pupun. Aku mengenal dan tahu persis mereka semua. Tapi saat-saat tertentu mereka memperlihatkan perilaku dan tingkah yang tak kupahami.
Begitu juga saat itu, Rani sosok siswi yang berkarakter sama dengan Rina, Dewi dan Pupun, malah memperlihatkan karakter seperti yang sering terjadi sesekali menimpa pada ketiga temannya itu.
Dengan mata merah, menatap penuh marah lima orang temannya yang sedang memegang mengontrol amukan raganya. Bahkan beberapa teman ceweknya terbawa situasi, menangis menjauh merasa takut. Tapi ada yang mendekat menghampiri dibalut rasa Yakut, merasa iba sebagai kawan. Berbelasungkawa tak paham dengan perubahan mendadak dari temannya, terkadang sulit dipikir akal normal.
"Siapa ini ?"
Aku mencoba menengahi situasi, seraya menatap Rani diantara beberapa siswa yang sedang kuat bertenaga memegang bagian kaki dan tangannya. Suaraku seperti sebuah komando dari kegaduhan siswa-siswi yang tak mementu saat itu, pelan tapi pasti suasana redup tak terlalu gaduh, bahkan sunyi menjadi situasi yang terjadi saat itu.
Rani tak menjawab pertanyaanku, kecuali matanya yang merah beralih menatap penuh amarah kepadaku. Mata indahpun tak terlihat, yang ada memancar rasa takut setiap yang memandangnya.
"Siapa ini...!"
Ujarku dengan nada tinggi seperti menghardik menatap mata Rani.Sunyi mengiringi suara nada tinggi yang kuucapkan. Berpuluh pasang mata menatap area aku dan beberapa siswa yang sedang memegang Rani. Dia tak serta merta menjawab pertanyaanku, nampak gerakan badannya seakan ingin menerjangku, namun tak kuasa karena lima orang temannya memegang dengan kekuatan yang hebat. Matanya saja menatap tajam dalam kemarahan kepadaku.
"Siapa kamu...?"
kubalas tatapan itu dengan pandanganku juga, seraya bertanya agak lirih. Fokus konsentrasiku mencoba masuk mempengaruhi pikirannya.
Saat itu kesunyian membuat suara lirihku jelas terdengar. Hatiku mencoba meyakinkan ada Dia bersama kehidupan, tak perlu ada yang ditakuti karena kita makhluk yang paling mulia, sekalipun kita yakini ada mahluk lain bareng dan bersama sebagai ciptaanNya.
"Siapa kamu...Jangan kamu sakiti anakku...Ayo pergi."
Ujarku menatap Rani. Ranipun tetap membisu, mewakilkan jawaban itu terpancar lewat sorot mata merah dan raut wajah amarah, dengan gerakan-gerakan tubuhnya yang seakan tersandung dicekalan banyak orang.
"Jika kamu tak pergi, kamu akan saya bakar"
Ujarku seraya mengarahkan jari telunjuk nempel dikening Rani.
"Panas...panas..."
begitu diksi yang sempat terucap dari bibir Rani, dibarengi dengan guncangan badannya yang semakin kuat, memperlihatkan rasa sakit yang amat sangat. Aku tak peduli dengan ujarannya, jari telunjuk tanganku lebih menekan kening Rani.
"Siapa kamu..."
"Sumiati"
Terdengar satu kata nama, tapi membuat keadaan jadi gaduh. Siapa dia ... Ada terucap sebuah nama keluar dari mulut Rani. Sementara aku bertanya kepada Rani.
Nama inipun kerap kali muncul terucapkan, manakala ada peristiwa yang menimpa seperti halnya ke Rani. Wallohu ...bimurodih.
Selang beberapa saat setelah terujar sebuah nama, Ranipun tak sadarkan diri. lima teman yang memegangnyapun, merasa selesai dalam bekerja, kelimanya melepaskan pegangannya, kemudian terduduk sambil saling bercanda dalam kelelahan.
Akupun menempelkan kembali jari telunjuk dikening Rani, sesaat berikutnya Rani tersadar. Nampak matanya bergerak berkeliling seakan merasa aneh dengan apa yang menimpanya.
"Ini Rani..." ujarku seraya menatap matanya.
Diapun mengangguk, memberi jawaban atas pertanyaanku. Tak lagi terujar kata sumiati. Siapa itu Sumiati...wallohu.
Alloh Maha Besar, Alloh pemilik mahkluk. Ada yang lain selain kita, tapi kita mahkluk yang paling mulia.
☕☕☕