CINTA JEDA LIMA TAHUN (kisah spiritual)

Oleh: Ika Kartika
Berada di ketinggian terkadang membuat ketir hati. Kerlap-kerlip titik nan jauh di bawah terasa indah dilihat, tapi sejujurnya rasa khawatir tak bisa ditepis membalut raga, tanpa bisa berkata-kata. Hanya Dia yang selalu kuingat dihati, walau keberadaannya tak pernah terlihat namun cintanya tak pernah kuragukan. Energi Dia selalu menjadi spirit kuat dalam kondisi apapun, begitu juga saat ini. Saat dimana aku berada pada tempat yang tak pernah tahu, selain aku merasakan kaki bergetar menapak bertumpu batangan besi begitu juga tangan bergetar memegang erat sekuat-kuatnya agar aku bisa bertahan tak menjadi seorang pecundang, terpelanting melayang jatuh ke titik-titik yang terlihat jauh di bawah sana, walau terlihat indah, pastinya akan menjadi tumpuan remuk raga ini, jika terjatuh.
"Hasbunalloh wani'mal wakill"
Hati hanya kuasa mengungkap rasa cinta dengan rajutan ayat itu. Berulang dan berulang, ku bisikan lembut dalam hati, sebab keyakinan penolong keadaan hidupku sekarang dan kapanpun hanya Dia seorang, tak ada yang lain yang akan bisa menggantikannya.
Angin terasa begitu kencang menerpa, tempatku menyangga tak urung melenggak-lenggok bak penari, namun terasa membuat jantungku berdetak kencang. Tak menjadikan terasa indah seperti halnya nonton orang menari. Belum juga terpaan angin berhenti menerpa meliukan menara tumpuan raga, tampak titik-titik dibawah nan jauh yang sempat terpandang tatapan mata menghilang lenyap dari penglihatanku. Nampak air bah bergulung-gulung meluluhlantakkan panorama indah yang sempat tadi terlihat jadi pemandangan dari keberadaanku bertumpu.
"Ya Karim, apa yang terjadi dengan yang kualami ini"
Hati terasa semakin kalut, tatkala aku menyadari bahwa semuanya telah hilang tergulung air. Bahkan air itu sepertinya hampir menepi terap-terap tangga yang menjadi tumpuan pijakan kaki. Pikiran ini masih sempat terkendali, mengontrol kaki untuk meniti terap lebih atas, tanganpun walau gemetar semakin menjadi-jadi mencoba berpindah pegangan pada terap yang ada di atasnya.
Betapa menakutkan keadaan saat itu, tak ada siapa-siapa, aku sendirian menyaksikan sesuatu yang dahsyat, memporak porandakan alam hanya dengan bergulungnya air, namun tak menghancurkan tumpuan ragaku berpijak, walau posisiku juga tak terlalu menguntungkan.
Satu hal yang ada tertanam dalam hati, spirit atas semua yang terjadi, penjaga keselamatan yang begitu terasa, penyelamat jiwa yang tak mungkin bisa kudapatkan dari siapapun itu. Ini adalah bukti cinta yang sebenarnya.
Hingga akhirnya semua hilang tak terpandang, semua lenyap tak menawar khawatir, tatkala lapat-lapat terdengar suara tahrim dari surau dekat rumahku.
Aku kaget dan terduduk, rasa empuk membuat tanganku menyasar sekitar tempatku berada, kemudian pandanganku berkeliling, ternyata peristiwa yang sempat kualami hanyalah sebuah mimpi. Sebab saat itu aku sedang ada di atas dipan tempat tidurku.
"Hasbunalloh wani'mal wakill"
Berulang dan berulang ku celotehkan, bukan hanya sebatas di lubuk hati yang paling dalam, namun kali ini terdengar lirih dalam bibirku.
Lagi-lagi termenung ku mengingatkan lima tahun yang lalu, saat aku merasakan bisa terbang ke atas menara. Itu terjadi setelah mengambil sesuatu dari nampan yang disodorkankan si kakek. Sempat aku mengingat peristiwa itu, hal itu terjadi lima tahun yang lalu. Sebuah jeda yang panjang sampai peristiwa mimpi malam ini, ternyata bisa merangkai cerita bersambung. Titian titik tumpu kaki ketika tubuhku melesat terbang adalah sebuah menara yang tinggi. Kini semuanya kembali terulang, tumpuanku ada di puncak menara yang sama. Hanya peristiwa yang kualami sangatlah berbeda jauh dengan peristiwa lima tahun yang lalu itu. Dalam perbedaan itu, ternyata ada kronologis alur yang menimbulkan renungan. Renungan untuk menjadi bahan kajian dan tafakur. Walau peristiwa itu terjadi hanya sebatas dalam mimpi, ketidak lajiman peristiwa mimpi itu, tentunya menjadi penuntun kehidupan bagi setiap orang yang mau berpikir.
"Sungguh Kau segalanya bagiku, Kau telah membuat kisah hidupku benar-benar takjub. Kau berikan sesuatu yang tak pernah ada, aku tak merasa memilikinya secara fisik, Kaupun telah membuktikan sesuatu itu ada, bermakna. Semua itu suatu bukti bahwa Kau selalu ada untukku".
Akupun turun dari tempat tidur, mengayunkan langkah menuju kamar mandi, dengan nawaitu untuk ber-rukuk padaNya.
"Kau segalanya bagiku"
☕☕☕